Feb 23, 2017

Buku Inspirasi Traveling dari Kelas World Cultures

Pergi sekolah pakai celana baggy.


Bukan, bukan buku Eat Pray Love ataupun On The Road yang menginspirasi saya untuk traveling. Bukan suatu buku yang punya imej keren, romantis atau apalah, tapi justru suatu buku yang mungkin banyak orang nggak tertarik untuk membaca.

Buku yang memberikan saya inspirasi untuk keliling dunia tak lain adalah buku pelajaran sekolah. Saya lupa judul bukunya apa, kalau nggak salah "World Cultures" untuk mata pelajaran Social Studies (atau nama pelajarannya World Cultures? Ah, lupa, sudah terlalu lama). Pelajaran itu pula, termasuk buku dan cara gurunya menerangkan, yang pertama kali membuat saya menyukai pelajaran dari bidang IPS.

Waktu itu saya duduk di kelas 11, East Lansing High School. Sebagai anak culun yang pemalu, saya lebih banyak memerhatikan dan menyimak apa yang terjadi di kelas, selain mengkhayal. Ibu Guru, yang saya lupa namanya, kerap menjelaskan kejadian-kejadian sejarah yang ada di buku dengan contoh-contoh lucu.

"So when a Hindu sees a cockroach on the floor, he could be saying 'Hey, that could be Uncle Bob!' and doesn't kill it." Begitu caranya menjelaskan tentang reinkarnasi yang dipercaya umat Hindu, ketika kami sampai pada bab tentang peradaban India.


Dari kelas ini pula saya belajar bahwa Yunani, Tiongkok, Mesir, dan India memiliki peradaban tertua di dunia, dan membuat saya ingin melihat langsung tempat-tempat ini walaupun sudah jauh lebih modern tentunya. Yunani sudah, Tiongkok baru saya datangi sedikit (Guangzhou dan Shenzhen), sedangkan Mesir dan India belum tahu kapan.

Anak-anak lain di kelas, yang Bahasa Inggrisnya jauh lebih lancar karena memang asli orang Amerika, lebih aktif daripada saya. Sering terjadi diskusi antara mereka dengan Ibu Guru. Dari mereka saya tahu bahwa ternyata orang Polandia punya stereotipe bodoh, entah kenapa. Namun ketika pelajaran sudah memasuki bab-bab peperangan dan politik dunia, saya mulai kurang tertarik. Bab-bab sejarah budaya lebih menggelitik rasa penasaran saya.

Buku pelajaran ini juga sangat menarik karena, seperti buku-buku pelajaran lainnya di sekolah Amerika Serikat, memuat banyak foto atau ilustrasi berwarna. Memang sih, bukunya sangat tebal dan berat, apalagi sampulnya hardcover. Cukup menyiksa membawanya pulang jika sedang ada PR yang harus menggunakan buku itu. Lega rasanya jika nggak ada PR, karena berarti saya bisa meninggalkannya saja di loker di sekolah.

Namun ketika sudah waktunya saya pulang ke Indonesia, yaitu di akhir semester satu kelas 11, lebih berat lagi rasanya mengembalikan buku itu ke sekolah. Seharusnya bisa saja saya pura-pura menghilangkannya, dan meminta uang ke Mama untuk menggantinya, tapi ternyata saya nggak tega melakukan hal selicik itu. Jadi, sekarang walaupun saya nggak punya buku itu lagi, punya fotonya juga nggak, saya cuma bisa mengenang bahwa buku itulah salah satu penyebab keinginan saya traveling melihat dunia; buku yang bahkan judulnya saja saya nggak ingat dengan pasti.

Matahari belum bersinar, saya sudah siap menunggu bus sekolah.


*Tema 28 Days Blogging Challenge ini adalah 'buku/film/lagu yang bikin kita pengen ke suatu tempat'. Selain buku ini sebenarnya ada film-film yang menginspirasi, tapi rasanya buku ini lebih dulu menggelitik saya. 


3 comments:

  1. salam kenal mbak,

    saya dulu punya sebuah buku tentang negara2 didunia, berwarna dengan grafis yang menarik, waktu itu saya masiih SD tahun 1998, buku itu menjelaskan tentang penduduk dan kebudayaan suatu negara. banyak negara yang sya baca, dan tebak, saya jaatuh cinta pada masing2 kultur mereka

    ReplyDelete
    Replies
    1. hai sabda,

      ternyata penting banget ya tampilan sebuah buku (pelajaran) terhadap minat anak yang membacanya. kalau semua buku sekolah semenarik itu, mungkin akan berkurang drastis anak-anak yang suka bolos dan nggak mau belajar :))

      Delete
  2. buku yang sangat menginspirasi para traveling ya kak

    ReplyDelete